Seni Budaya Lokal




A. Wayang


Wayang merupakan cerita yang bersumber dari kitab Ramayana dan Mahabarata yang kemudian dikembangkan dalam tradisi pertunjukan wayang. Wayang itu sendiri merupakan boneka tiruan orang yang terbuat dari pahatan kulit atau kayu yang dapat dimanfaatkan untuk memerankan tokoh dalam pertunjukan cerita wayang (drama tradisional) di Jawa, Bali, Sunda, dan sebagainya yang biasa dimainkan oleh seseorang yang disebut dalang dengan iringan musik tradisional gamelan. Pertunjukan wayang biasanya menggunakan kelir, secarik kain sebagai pembatas antara dalang dan penonton. Tradisi seni pentas itu dikenal sebagai seni pedalangan. Aspek tuturan (cerita) dalam wayang terdiri atas narasi (wacana) dan dialog (antawacana) yang secara keseluruhan ditampilkan sebagai satu pertunjukan orkestra, biasanya berlangsung semalam suntuk. Dalam pementasan kesenian wayang seni suara/musik atau lagu biasanya didominasi oleh pesinden (penyanyi perempuan). Sementara kehadiran suara laki-laki berfungsi sebagai pemanis keseluruhan irama musik. Bagian terpenting dalam seni pewayangan ialah aspek seni sastranya yang mengambil sumber dari histori-mitologi India. Seluruh rangkaian cerita dalam wayang merupakan konflik perebutan kekuasaan dalam keluarga keturunan Raja Bharata di Kerajaan Astina. Kisah wayang yang bersumber dari India itu dalam kebudayaan Jawa berkembang dengan caranya sendiri, disesuaikan dengan kebutuhan dan kebudayaan setempat. Faktor yang membedakan di antara keduanya, antara lain adalah adanya tokoh punakawan (pelayan) dari keluarga Semar (dengan anak-anaknya: Petruk, Nala Gareng, Bagong, dan istrinya Dewi Sutiragen) dalam wayang Jawa sedangkan dalam versi wayang India tidak ada. Kehadiran punakawan yang berasal dari kalangan bawah, sebagai pelayan keluarga kerajaan, memiliki misi politis untuk mengoreksi kebijakan-kebijakan kerajaan. Selain itu, wayang pun dianggap sebagai sumber falsafah Jawa (khususnya). Setiap tokoh dengan watak dan perannya dipercaya menjadi simbol kehidupan manusia, baik horizontal (kemasyarakatan) maupun vertikal (religius). Itulah sebabnya wayang dianggap sebagai warisan nenek moyang bangsa Indonesia yang bernilai sangat tinggi (adiluhung) karena terbukti mampu tampil sebagai tontonan yang menarik sekaligus menyampaikan pesan-pesan moral keutamaan hidup. Cerita-cerita wayang terkenal di Indonesia, antara lain rangkaian kisah Mahabrata dan Ramayana. Ramayana dan Mahabharata yang aslinya berasal dari India telah diterima dalam pergelaran wayang di Indonesia sejak zaman Hindu hingga sekarang. Wayang seolah-olah identik dengan Ramayana dan Mahabharata. Cerita Ramayana dan Mahabarata Indonesia sudah berubah alur ceritanya dan berbeda dengan versi India. Ramayana dan Mahabharata versi India ceritanya berbeda satu dengan lainnya, sedangkan di Indonesia ceritanya menjadi satu kesatuan. Perbedaan yang sangat menonjol adalah falsafah yang mendasari kedua cerita itu, yaitu setelah masuknya agama Islam cerita diolah sedemikian rupa sehingga terjadi proses akulturasi dengan kebudayaan asli Indonesia. Nukilan-nukilan dari kedua babon cerita wayang tersebut, antara lain, adalah kisah Leluhur Pandawa, Pandawa Main Dadu, Srikandi Belajar Memanah, Gatotkaca Lahir, dan Parikesit. Pada tahun 1960-an di Indonesia terkenal pelukis cerita komik wayang bernama R.A. Kosasih dari Bandung. Selanjutnya, dalam kesusastraan Indonesia kisah-kisah dalam dunia pewayangan banyak mengilhami karya sastra Indonesia modern, misalnya novel Arjuna Wiwahahaha karya Noorca M. Massardi, drama "Semar Gugat" karya N. Riantiarno, dan novel Perang karya Putu Wijaya.



B. Hadrah
Secara etimologi istilah hadrah berasal dari kata ﺣﻀﺮﺓ yang berarti “kehadiran.” Di dalam tasawuf hadrah mengacu kepada jamaah yang di dalamnya melakukan zikir secara kolektif. Menurut Trimingham, kebanyakan tarekat Sufi memiliki bacaan zikir yang regular di dalam majelis mereka yang dikenal dengan nama hadrah. Hadrah yang berarti kehadiran dimaksudkan bukan kehadiran Allah, namun kehadiran Nabi Muhammad.
Secara sederhana, hadrah di dalam tasawuf terdiri atas 2 bagian: pertama, pembacaan hizib tarekat dan doa lainnya yang terkadang diselingi dengan musik dan nasyid (lagu); kedua, melakukan dzikir yang diiringi dengan musik dan lagu yang umumnya dimulai dengan doa khusus yang disebut dengan fatihah az- dzikir. Hadrah berlangsung pada hari Jum’at atau   malam   Jum’at   dan   pada   acara-acara khusus di dalam kalender Islam, atau pada saat kelahiran anak atau berkhitan. Pembacaan maulid Nabi merupakan aspek sangat penting di dalam majelis hadrah. Pelacakan hadrah ke dunia tasawuf ini paling tidak memberikan petunjuk ada kaitan antara tradisi musik hadrah dengan tasawuf.
Sedangkan tradisi kesenian hadrah identik dengan kesenian Islam. Hadrah merupakan kesenian Islam yang di dalamnya berisi shalawat kepada Nabi Muhammad SAW yang digunakan sebagai media menyiarkan ajaran agama Islam. Dalam kesenian ini tidak ada alat musik lain kecuali rebana. Kesenian ini selain sebagai media untuk menyebarkan ajaran agama Islam juga sebagai sebuah hiburan. Sebab di dalam kesenian hadrah terdapat sebuah dorongan untuk mengagungkan asma Allah dan Nabi Muhammad serta amar ma’ruf nahi munkar. Hal ini dapat dilihat jelas dari syair-syair yang dilantunkannya.
Kesenian hadrah menjadi salah satu kesenian yang banyak dipertunjukkan di masyarakat, biasa digunakan untuk mengiringi lagu-lagu bernafaskan Islam. Musik hadrah atau rebana atau musik terbang diperkirakan berasal dari bentuk-bentuk musik yang bercirikan Islam yang ada sebelumnya. Bentukbentuk musik tersebut adalah (1) Salawatan yaitu bentuk puji-pujian yang mengagungkan kebesaran Nabi Muhammad SAW; (2) Barzanji yaitu jenis musik vocal yang bercirikan Islam; (3) Kentrung yaitu musik bercirikan Islam yang diperkirakan paling awal kedatangannya di pulau Jawa, berkembang di daerah Blora, Pati Jepara dan Purwodadi; (4) Zapin pesisiran yaitu kesenian tarian yang diiringi dengan terbangan, berkembang di Demak dan Semarang; (5) Kuntulan yaitu tarian yang diiringi oleh musik terbangan, dan berkembang di daerah Kendal, Pemalang sampai Tegal; (6) Simtuduror yaitu kesenian musik salawatan dengan membaca kitab maulid yang bernama Simtuduror dengan diiringi musik terbang, dan musik ini berkembang di daerah Pekalongan, Kendal dan Semarang; (7) Gambus yaitu musik yang bercirikan Islam yang mendapat pengaruh dari Arab dengan alat musik gambus, dan berkembang di daerah pantura pulau Jawa.
Musik terbang hadrah merupakan nyanyian Islami atau shalawat yang diiringi dengan permainan beberapa alat musik terbang atau ansambel. Terbang yang dipergunakan dalam terbang hadrah yaitu (1) terbang genjring, dalam permainan terbang hadrah berfungsi sebagai pola pukulan utama dalam mengiring lagu; (2) terbang keprak, dalam permainan terbang hadrah berfungsi memberi tekanan pada lagu, biasanya pada posisi naik atau rol; (3) terbang dumbuk atau marawis, mengingat karakter suaranya yang lembut dan pola pukulannya yang rapat, dalam terbang hadrah berfungsi mengisi kekosongan pukulan; (4) terbang tung, dalam terbang hadrah mengawal tempo dan pergerakan pukulan bas; (5) terbang bas, dalam terbang hadrah membentuk pola pukulan bas.
Formasi tempat duduk pemain dalam pertunjukan hadrah, bagian depan dua orang sejajar sebagai penyanyi atau vokalis, di belakangnya empat orang sejajar pemain terbang genjring, di belakangnya lagi lima orang sejajar pemain bas, pemain terbang tung, pemain terbang dumbuk, dan dua orang pemain terbang keprak.
Musik terbang hadrah merupakan permainan musik terbang sederhana, baik pola pukulan dari masing-masing alat musik, maupun lagunya. Syair lagu terbang hadrah berbentuk bait-bait, maksudnya syair lagu terbang hadrah terdiri dari beberapa bait, dan tiap bait terdiri dari empat baris, sehingga tidak menyulitkan bagi para pemula. Lagulagu terbang hadrah bervariasi, ada yang menggunakan syair berbahasa Arab, bahasa Indonesia dan bahasa Jawa.
Lagu-lagu terbang hadrah tidak selalu syairnya bershalawat tetapi ada juga syair lagu yang sifatnya memberi nasihat. Misalnya lagu Ya Rosul, merupakan lagu berbahasa Arab dan syairnya shalawat. Lagu terbang hadrah yang berjudul kisah Rasul merupakan lagu berbahasa Indonesia, sedangkan lagu Padang Bulan merupakan lagu terbang hadrah yang menggunakan bahasa Jawa dan bersifat memberi nasihat. Melodi lagu dalam musik terbang hadrah menggunakan tangga nada diatonis minor artinya lagu-lagu dalam musik terbang hadrah menggunakan tangga nada diatonis seperti musik modern, sehingga mudah dipahami.
Dewasa ini hadrah tidak saja bernuansa seni, namun ia juga terkait dengan masalah identitas. Seiring dengan semakin menguatnya peranan kelompok tradisional Muslim di Indonesia, hadrah merupakan salah satu bentuk identitas kebangkitan Muslim tradisional di Jawa, bahkan di daerah Surakarta atau Solo, parade hadrah diselenggarakan setiap tahun pada saat menjelang memperingati Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. [Ismail Yahya]i
C. Qosidah
Qasidah berasal dari  bahasa Arab adalah bentuk Syair epik  kesusastraan arab yang dinyanyikan. Penyanyi menyanyikan lirik berisi puji-pujian (dakwah keagamaan dan satire) untuk kaum muslim, diiringi alat musik rebana dan kecrek.  Pada perkembangan selanjutnya kesenia qasidah dapat juga dimainkan dengan alat kesenian lainnya.
Qasidah biasa dipergunakan pada acara peringatan hari besar agama Islam atau kegiatan Marhaban, yaitu acara menyambut kelahiran bayi. Berbeda dengan jenis-jenis musik lainnya yang tumbuh dalam budaya Indonesia, qasidah merupakan kesenian yang diapresiasi oleh kalangan ulama dan pesantren, sehingga kesenian qasidah lebih banyak berkembang pada masyarakat yang memiliki budaya Islam yang kental.
Isi dan syair lagu-lagu pada seni qasidah para ulama membuat batasan. Bahwa lagu qasidah haruslah mengandung pada keimanan pada Allah SWT, ketaatan dalam beribadah , berbuat kebajikan dan hal-hal positif lainnya.
Qasidah sebagai salah satu kesenian terus mengikuti perkembangan jaman, mulai dari alat-alat yang digunakan (dicampur dengan alat musik modern) sampai pada tata tampilan di panggung, tetapi ada juga group qasidah yang masih mempertahankan keasliannya.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Para penguasa Dinasti Ayyubiyah yang terkenal